MANAJEMEN AYAM BROILER
FASE STARTER DAN FASE GROWER
2.1. Ayam Broiler
Broiler adalah ayam-ayam muda jantan atau betina yang
umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging.
Sehubungan dengan waktu panen yang relatif singkat maka jenis ayam ini
mempersyaratkan pertumbuhan yang cepat, dada lebar yagn disertai timbunan
daging yang baik, dan warna bulunyang
disenangi, biasanya warna putih.
Ayam broiler telah banyak dipelihara oleh peternak
didaerah perkotaan dan pedesaan baik sebagai usaha pokok atau sambilan,
terutama di jawa. Penyebaran ayam broiler cukup luas karena produksi dagingnya
dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat dan harganya yang relatif murah
bila dibandingkan degngan daging merah. Di samping itu, pemeliharaan tidak
memerlukan lahan yang relatif luas.
Ayam broiler merupakan
hasil teknologi yaitu persilangan antara ayam Cornish dengan Plymouth Rock.
Yang mana memiliki karakteristik ekonomis, pertumbuhan yang cepat sebagai
penghasil daging, konversi pakan rendah, dipanen cepat karena pertumbuhannya
yang cepat, dan sebagai penghasil daging dengan serat lunak (Murtidjo, 1987).
Menurut Northe (1984) pertambahan berat badan yang ideal adalah 400 gram per
minggu untuk jantan dan untuk betina 300 gram per minggu.
Menurut Suprijatna et al. (2005)
Ayam broiler adalah ayam yang mempunyai sifat tenang, bentuk tubuh besar,
pertumbuhan cepat, bulu merapat ke tubuh, kulit putih dan produksi telur
rendah. Dijelaskan lebih lanjut oleh Siregar et al.
(1980) bahwa ayam Broiler dalam klasifikasi ekonomi memiliki sifat-sifat antara
lain : ukuran badan besar, penuh daging yang berlemak, temperamen tenang,
pertumbuhan badan cepat serta efisiensi penggunaan ransum tinggi.
Untuk mendapatkan bobot
badan yang sesuai dengan yang dikehendaki pada waktu yang tepat, maka perlu
diperhatikan pakan yang tepat. Kandungan energi pakan yang tepat dengan
kebutuhan ayam dapat mempengaruhi konsumsi pakannya, dan ayam jantan memerlukan
energy yang lebih banyak daripada betina, sehingga ayam jantan mengkonsumsi
pakan lebih banyak, (Anggorodi, 1985). Hal-hal yang terus diperhatikan dalam
pemeliharaan ayam broiler antara lain perkandangan, pemilihan bibit, manajemen
pakan, sanitasi dan kesehatan, recording dan pemasaran. Banyak kendala yang
akan muncul apabila kebutuhan ayam tidak terpenuhi, antara lain penyakit yang
dapat menimbulkan kematian, dan bila ayam dipanen lebih dari 8 minggu akan
menimbulkan kerugian karena pemberian pakan sudah tidak efisien dibandingkan
kenaikkan/penambahan berat badan, sehingga akan menambah biaya produksi
(Anonimus, 1994)
Daghir (1998) membagi
tiga tipe fase pemeliharaan ayam broiler yaitu fase starter umur 0 sampai 3
minggu, fase grower 3 sampai 6 minggu dan fase finisher 6 minggu hingga
dipasarkan.
Ayam broiler ini baru
populer di Indonesia sejak tahun 1980-an dimana pemegang kekuasaan mencanangkan
panggalakan konsumsi daging ruminansia yang pada saat itu semakin sulit
keberadaannya. Hingga kini ayam broiler telah dikenal masyarakat Indonesia
dengan berbagai kelebihannya. Hanya 5-6 minggu sudah bisa dipanen. Dengan waktu
pemeliharaan yang relatif singkat dan menguntungkan, maka banyak peternak baru
serta peternak musiman yang bermunculan diberbagai wilayah Indonesia.
Banyak strain ayam
pedaging yang dipelihara di Indonesia. Strain merupakan sekelompok ayam yang
dihasilkan oleh perusahaan pembibitan melalui proses pemuliabiakan untuk tujuan
ekonomis tertentu. Contoh strain ayam pedaging antara lain CP 707, Starbro,
Hybro (Suprijatna et al., 2005).
2.2. Pemeliharaan Starter
1. Persiapan
kandang dan perlengkapannya
Sebelum anak ayam tiba maka kandang harus sudah siap.
Persiapan kandang doc untuk ayam broiler tidak berbeda dengan doc utuk ayam petelur.
Begitu pula perlengkapan kandangnya, sampai mencapai pertumbuhan bulu yang
sempurna. Penempatan tempat makan atau minum juga sama.
Saat ini berbagai perlengkapan kandang (tempat makan /
minum) buatan pabrik, dari yang sederhana sampai yang otomatis mulai banyak
diperjualbelikan
1. Ransum starter (0-3 minggu)
Ransum yaitu campuran dari berbagai bahan pakanyang
diberikan selama 24 jam. Bahan pakan yang biasa digunakan untuk ransum ayam
broiler yaitu jagung kuning, dedak halus, bungkil kedelai, bungkil kelapa,
tepung ikan, minyak kelapa, kulit kerang, dan tepung tulang.
Penyusunan ansum ayam broiler, didasarkan pada
kandungan energi dan protein. Untuk ayam broiler, pada umur 0-3 minggu, ransum
yang digunakan harus mengandung protein 23% dan energi metabolis 3.200 kkal/kg
(NRC/2984). Namun menururt beberapa penelitian bisa juga digunakan ransum
dengan protein 22% dan energi metabolis 3000 kkal/kg sampai ayam tersebut
dipanen. Kandungan lain yang harus diperhatikan yaitu serat kasar 7%, lemak 8%,
kalsium 1%, dan phosphor yang tersedia sekitar 0,45%.
Untuk
itu jika akan menyusun ransum perlu diketahui kandungan zat-zat makanan yang
terkandung di dalam bahan pakan yang akan digunakan. Kandungan zat makanan
dapat diketahui melalui analisa laboratorium dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kandungan zat-zat makanan dan energi
metabolis pakan
No
|
Bahan pakan
|
Protein (%)
|
Lemak (%)
|
Serat kasar (%)
|
Energi metabolis (kkal/kg)
|
1
|
Jagung
kuning
|
8,6
|
3,9
|
2,0
|
3.370
|
2
|
Dedak
halus
|
12,0
|
13,0
|
12,0
|
1.630
|
3
|
Bungkil
kedelai
|
45,0
|
0,9
|
6,0
|
2.240
|
4
|
Bungkil
kelapa
|
21,0
|
1,8
|
15,0
|
1.540
|
5
|
Bungkil
kacang tanah
|
42,0
|
1,9
|
17,0
|
2.200
|
6
|
Tepung
ikan
|
61,0
|
4,0
|
1,0
|
2.830
|
Berdasarkan hasil analisa kandungan zat-zat pada bahan
pakan dan kebutuhan ransum untuk ayam maka dapat disusun ransum yang
diperlukan. Contoh ransum ayam broiler untuk fase starter dapat dilihat pada
tabel 2.
Tabel 2. Susunan ransum ayam broiler fase starter
No
|
Bahan pakan
|
Jumlah
|
Protein
|
lemak
|
Serat kasar
|
EM
|
1
|
Jagung
|
60,00
|
5,16
|
2,34
|
1,20
|
2.022,00
|
2
|
Dedak
halus
|
3,00
|
0,36
|
0,39
|
0,36
|
48,90
|
3
|
Bungkil
kedelai
|
20,50
|
9,23
|
0,18
|
1,23
|
459,20
|
4
|
Bungkil
kelapa
|
1,50
|
0,32
|
0,02
|
0,23
|
23,10
|
5
|
Tepung
ikan
|
13,00
|
7,90
|
0,52
|
0,13
|
370,50
|
6
|
Minyak
kelapa
|
1,50
|
-
|
-
|
-
|
129,00
|
7
|
Premix-A
|
0,50
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Jumlah
|
100,00
|
22,97
|
3,45
|
3,15
|
3.052,70
|
Untuk memudahkan perhitungan, ransum disusun per
seratus kilo gram. Ransum pada tabel 2 dihitung dengan menggunakan energi
metabolis 3000 kkal/kg dengan protein 23%. Kandungan protein ransum ini cukup
tinggi, agar bisa mendukung pertumbuhan ayam. Masa pertumbuhan ayam broiler
yang paling cepat yaitu sejak menetas sampai umur 3-4 minggu.
2. Pencegahan penyakit
Untuk menghasilkan ayam broiler yang sehat, selain
memperhatikan kebersihan lingkungan juga perlu melakukan vaksinasi maupun
pemberian obat-obatan dan vitamin. Vaksinasi dilakukan untuk mencegah penyakit
unggas menular yang tidak bisa diobati misalnya ND/tetelo, dan gumboro. Jenis
vaksin ND ini banyak tersedia di poultry shop dengan merk dagang dan cara
penggunaan yang berbeda. Contoh vaksin gumboro yaitu Medivac Gumboro-A, yang
diberikan sekitar 12 hari. Pemberian jenis vaksin yang berbeda tidak dilakukan
pada waktu yang bersamaan karena dikhawatirkan ayam tidak tahan. Contoh program
pencegahan penyakit dalam pemeliharaan ayam broiler dapat dilihat pada tabel 3.
Dosis pemakaian dan petunjuk penggunaannya biasanya
tercantum dalam kemasan vaksin yang akan digunakan. Vaksinasi sebaiknya
dilakukan pada sore hari agar ayam lebih mudah ditangkap (bila vaksin melalui
suntikan ). Di samping itu, vaksin tidak akan terkena sinar matahari yang dapat
mematikan vaksin. Jika vaksin diberikan melalui air minum, maka ayam harus
dipuasakan dulu sekitar 2-3 jam sebelummya supaya air minum yang telah diberi
larutan vaksin cepat habis, sehingga vaksin tidak mati atau terbuang.
Program pencegahan penyakit atau penggunaan
obat-obatan/ vitamin, untuk tiap peternak berbeda-beda tergantung kepada jenis
penyakit yang sering timbul di peternakan tersebut. Serangan penyakit ini dapat
meningkatkan angka kematian. Angka kematian sekitar 5% dari mulai pemeliharaan
DOC sampai dipasarkan, masih dianggap cukup berhasil.
Tabel 3. Program pencegahan penyakit dalam
pemeliharaan ayam broiler
Umur (hari)
|
Nama vaksin/obat
|
Teknik pelaksanaan
|
tujuan
|
1-2
|
Hidrostress
|
5 g/10
liter air minum
|
Mengurangi
stress
|
1-6
|
Vaksin ND
|
Tetes
mata
|
Mencegah
penyalit ND
|
3-5
|
Sindoflox
|
1 ml/2
liter air minum
|
Mencegah
CRD
|
6-8
|
Vitastress
|
1 g/1
liter air minum
|
Mengurangi
stress
|
9-11
|
Theraphy
|
1 g/2
liter air minum
|
Mencegah
coccidiocis
|
12
|
Medivac
Gumboro A
|
Melalui
air minum
|
Mencegah
gumboro
|
12-15
|
Hidrostress
|
5 g/10
liter air minum
|
Mengurangi
stres
|
16-17
|
Theraphy
|
1 g/2
liter air minum
|
Mencegah
coccidiocis
|
18-19
|
Hidrostress
|
5 g/10
liter air minum
|
Mengurangi
stres
|
22-23
|
Theraphy
|
1 g/2
liter air minum
|
Mencegah
coccidiocis
|
24-27
|
Hidrostress
|
5 g/2
liter air minum
|
Mengurangi
stres
|
28-23
|
Dinabro
|
5 g/10
liter air minum
|
Merangsang
pertumbuhan
|
2.3. Pemeliharaan Grower/ Finisher
1. Kandang
a. sistem litter
Anak ayam yang bulunya telah tumbuh sempurna (selesai
fase starter) biasanya dipindahkan ke kandang finisher. Dalam pemeliharaan
broiler biasanya kandang untuk pemeliharaan finisher juga digunakan untuk
brooder.
Bagunan kandang yang digunakan yaitu kandang yang
kedua sisi dindingnya terbuka sebagai ventilasi. Pemeliharaan ayam broiler
biasanya menggunakan sistem litter. Sistem litter yaitu kandang yang lantainya ditutup
dengan bahan organik yang partikelnya berukuran kecil. Sistem litter banyak
dipakai karena pemeliharaannya mudah dan murah. Sementara pemeliharaan dalam
sistem cage biayanya lebih mahal dan pemeliharaannya relatif lebih sulit.
Bahan litter yang digunakan harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut.
· Ringan.
· Mempunyai partikel yang sedang.
· Daya serap yang tinggi.
· Cepat menjadi kering.
· Lunak.
· Mempunyai nilai konduksi panas yang rendah.
· Tidak menghisap air dari udara.
· Murah dan mudah di dapat.
· Dapat digunakan untuk pupuk.
Dalam keadaan terpaksa litter bekas yang pernah
dipakai bisa digunakan lagi. Namun, perlu diperhatikan bahwa litter tersebut
harus kering dan bukan bekas pemeliharaan ayam yang pernah terkena penyakit
menular supaya tidak terjadi penularan penyakit kepada ayam yang akan
dipelihara.
Hal lain juga perlu di perhatikan yaitu populasi ayam
dalam kandang sebaiknya tidak terlalu padat. Jika terlalu padat maka akan
mempengaruhi performa ayam, misalnya sebagai berikut.
· Konsumsi ransum menurun akibat beberapa hal misalnya.
Temperatur kandang meningkat, ransum banyak yang tumpah dan kesempatan makan
yang berkurang.
· Pertumbuhan menurun.
· Efisiensi penggunaan ransum menurun.
· Kematian bertambah.
· Kanibalisme bertambah.
· Banyak terjadi breast blister (bagian yang mengeras di
bagian dada).
· Pertumbuhan bulu berkurang.
· Banyak patah tulang pada saat processing
(condemnation).
Kandang sistem litter dengan populasi terlalu padat
biasanya sanagnt bau dan kondisi litter basah. Bau ini timbul karena adanya gas
amonia (NH3) yang dihasilkan oleh mikroorganisme dalam proses
pembusukan kotoran. Jika kadar amonia dalam kandang sudah mencapai 50 ppm maka
berat badan ayam yang dipelihara akan berkuarang sekitar 8% pada umur 7 minggu.
Kondisi litter yang basah bisa menimbulkan berbagai macam penyakit (snot,
penyakit cacing, dan sebagainya).
Kadar amonia dalam kandang akan cepat, meningkat jika
pH litter mencapai 8, sedangkan jika pH < 7 maka amonia yang terbentuk akan
lebih sedikit. Untuk mengurangi bau dalam kandang ini dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut.
· Mengurangi kepadatan ayam dalam kandang. Kepadatan
biasanya 10-12 ekor/m2, untuk dataran rendah biasanya 8-10 ekor/m2.
· Dengan mencampurkan superphosphat 1,09 kg/m2 pada
litter atau dengan menyemprotkan posphoric acid 1,9 liter/m2.
Kandang sistem litter bisa dibuat bertingkat (dua/tiga
lantai). Namun, dengan kandang bertingkat, lebih banyak tenaga kerja yang
digunakan apalagi kalau pemberian makan/minum dilakukan secara manual.
Di daerah-daerah dekat pantai, kandang yang digunakan
biasanya menggunakan sistem panggung dengan alas dari bilah-bilah bumbu atau
kayu. Hal ini dimaksudkan agar didalam kandang tidak terlalu panas karena ada
udara yang bisa masuk dari bawah kandang.
b. Sistem cage
selain pemeliharaan dalam sistem litter, ayam broiler
dapat pula dipelihara dalam sistem cage. Peternak jarang yang menggunakan
sistem ini karena biayanya cukup mahal.
Kelebihan pemeliharaan dengan sistem cage yaitu
sebagai berikut.
· Lebih banyak ayam yang bisa dipelihara karena kandang
bisa ditingkatkan.
· Penangkapan ayam lebih mudah pada saat akan dipasarkan
dan resiko bruises (memar) dapat dikurangi.
· Biaya litter tidak ada.
· Penyakit coccidiocis dapat dikurangi.
· Pembersihan kandang lebih mudah.
Kerugian pemeliharaan dengan sistem cage yaitu sebagai
berikut.
· Banyak yang mengalami breast blister (lepuh dada).
· Tulang dada banyak yang bengkok.
· Banyak trim (garis-garis merah) pada kulit setelah
processing.
· Tulang sayap biasanya rapuh, sehingga banyak terjadi
kerusakan pada saat apkir.
· Sering terjadi infeksi pada folicle bulu.
2. Perlengkapan
Kandang
Pemeliharaan broiler umumnya menggunakan sistem
litter, tetapi di daerah-daerah tertentu menggunakan sistem slatt. Tempat
makanan dan minuman merupakan perlengkapan yang harus ada di dalam kandang.
Bentuk tempat makan dan minum ini agak sedikit berbeda bila di bandingkan
dengan tempat makan atau minum anak ayam.
Sebelum kita memberi makan dan minum, tedapat makanan
dan minum harus dalam keadaan bersi. Jika dalam tempat ada sisa-sisa makanan
yang sudah tengik/busuk maka akan menurunkan nafsu makan ayam dan menjadi
sumber penyakit.
Untuk menjaga agar ayam tetap sehat maka tempat
makan/minum harus mudah di bersihkan,tidak mudah tumpah, mudah di isi, dan ayam
mudah makan/minum dari tempat tersebut. Tempat di buat oleh pabrik dengan
design sederhana sampai otomatis. Bahan-bahan yang di gunakan sebagian besar di
buat dari plastik sehingga mudah di bersihkan.
Tempat makan/minum yang di gunakan petani ternak,
umumnya berbentuk bulat (hanging feeder/materrer) di gantung di langit-langit
kandang dengan kawat/tali. Dalam menyediakan tempat makan/minum harus
disesuaikan dengan jumlah ayam yang ada dan telah diperhitungkan setiap ekor
ayam mempunyai kesempatan yang
sama dalam mengambil makan/minum. Jika tempat makan kurang, maka ayam akan
berebut mengambil makam/minum sehingga banyak tercecer bahkan tumpah.
Untuk mengontrol cukupnya persediaan tempat makan
dapat dilakukan dengan melihat sesaat setelah ayam diberi makan, apakah
semuanya bisa makan bersamaan atau tidak. Jika ada sebagian ayam yang tidak
mempunyai peluang makan pada saat yang bersamaan, maka tempat makan perlu
ditambah. Berbeda dengan tempat air minum, karena ayam biasanya tidak minum
bersamaan tetapi bergiliran.
Tempat makan/minum yang berbentuk trough sudah jarang
digunakan dalam kandang sistem litter karena ransum mudah tercemari oleh
kotoran. Ransum yang tercemari biasanya dibuang sehingga menjadi tidak efisien.
Perusahaan besar biasanya menggunakan tempat makan/minum otomatis.
3. Ransum Fase Finisher
Pada periode finisher (umur 3-6 minggu), kondisi
pertumbuhan ayam broiler mulai menurun. Untuk itu, protein dalam ransum
diturunkan menjadi 20% (NRC, 1994), sedangkan energi ransum, yang digunakan
3000-3200 kkal/kg. Bahan-bahan penyusun ransum untuk starter tidak berbeda
dengan bahan penyusun ransum untuk finisher. Bentuk fisik ransum yang biasa
diberikan pada ayam broiler bisa berbentuk pellet, mash, atau crumble. Ransum
ayam broiler banyak dijual dengan merk dagang yang berbeda-beda, tergantung
pabrik yang mengeluarkan.
Penggantian ransum starter dengan ransum finisher
sebaiknya tidak dilakukan sekaligus, tetapi secara bertahap. Pada hari pertama
mula-mula deberi ransum starter 75% di tambah ransum finisher 25%, pada hari
berikutnya diberi ransum finisher 75% dan pada hari berikutnya baru diberikan
ransum finisher seluruhnya. Jika tahapan ini tidak dilakukan maka nafsu makan
ayam menurun untuk beberapa hari dan dikhawatirkan akan menghambat pertumbuhan.
Kadang-kadang para peternak tidak membeli ransum yang
sudah jadi, tetapi membeli konsentrat dan mencampurnya dengan bahan pakan yang
mereka miliki misalnya jagung. Konsentrat adalah campuran bahan pakan yang
mengandung gizi tinggi untuk dicampur dengan bahan pakan lain sehingga tercapai
kebutuhan untuk ternak yang akan diberi makan sesuai dengan tujuan produksinya.
Tabel 4. Susunan Ransum Broiler Finisher
No
|
Bahan Pakan
|
Jumlah
|
PK (%)
|
LK
(%)
|
SK
(%)
|
CA
(%)
|
P
(%)
|
EM (kkal/kg)
|
1
|
Jagung
kuning
|
60,0
|
5,16
|
2,34
|
1,20
|
0,01
|
0,06
|
2.022,00
|
2
|
Bungkil
kedelai
|
15,0
|
6,75
|
0,13
|
0,90
|
0,04
|
0,04
|
336,00
|
3
|
Dedak
halus
|
5,5
|
0,66
|
0,71
|
0,66
|
0,01
|
0,01
|
89,65
|
4
|
Tepung
ikan
|
11,0
|
6,71
|
0,44
|
0,31
|
0,60
|
0,30
|
311,30
|
5
|
Bungkil
kelapa
|
5,0
|
1,05
|
0,09
|
0,75
|
0,01
|
0,01
|
84,70
|
6
|
Minyak
kelapa
|
2,0
|
-
|
2,00
|
-
|
-
|
-
|
172,00
|
7
|
grit
|
1,0
|
-
|
-
|
-
|
0,38
|
0,20
|
-
|
8
|
premix
|
0,5
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Jumlah
|
100,0
|
20,33
|
5,71
|
3,62
|
1,05
|
0,62
|
3.015,65
|
2.4. Konsumsi Ransum
Ayam mengkonsumsi ransum untuk memenuuhi kebutuhan
energinya, sebelum kebutuhan energinya terpenuhi ayam akan terus makan. Jika
ayam diberi ransum dengan kandungan energi yang rendah maka ayam akan
makanlebih banyak. Sebaliknya, jika disediakan ransum dengan kandungan energi
tinggi maka ayam akan makan lebih sedikit, karena kebutuhan energinya cepat
terpenuhi. Sumber energi utama dalam ransum biasanya menggunakan jagung kuning.
Temperatur lingkungan berpengaruh terhadap konsumsi
ransum. Jika temperatur lingkungan meningkat dari keadaan normal maka ayam akan
lebih banyak minum dan sedikit
makan. Sebaliknya jika temperatur lingkungan menurun maka konsumsi ransum
meningkat. Temperatur lingkungan yang optimal untuk pemeliharaan broiler yaitu
sekitar 18-21˚ C.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi konsumsi ransum
yaitu bentuk fisik ransum. Bentuk fisik ransum yang biasa diberikan kepada ayam
broiler adalah mash, crumble,
dan pellet. Bentuk pellet lebih bnayak di makan karena unggas umunya lebih
menyukai ransum bentuk butiran.
Dari hasil penelitian, pemeliharaan ayam broiler tanpa
pemisahan jenis kelamin, dengan waktu pemeliharaan selama 5 minggu, yang diberi
ransum dengan energi metabolis 3000 kkal/kg dan protein ransum 22%, ransum yang
dihabiskan sekitar 2,5 kg/ekor, bobot badan yang dihasilkan berkisar 1,2-1,3
kg/ekor.
2.5. Konsumsi Minum
Air minum harus selalu tersedia setiap saat untuk
broiler dengan kualitas air minum yang baik dan bebas dari Salmonella, E.Colli dan bakteria patogen lainnya. Kekurangan persediaan
air minum, baik dalam jumlah, penyebaran serta jumlah tempat minum dan
konsumsinya dapat mempengaruhi proses pertumbuhan
Pada saat ayam datang, berikan larutan gula 1% paling
lama 2 – 3 jam pertama serta berikan antibiotik pada hari ke-1 hingga ke-3
disaat pagi hari (paling lama 5 – 6 jam) dan berikan vitamin pada saat sore
hari.
Air harus selalu bersih dan segar dan dilakukan test
secara teratur terhadap kandungan zat kimia dan komposisi bakteriologi (6 bulan
sekali). Untuk menjaga air dalam kondisi normal, gunakan 3-5 ppm chlorine untuk
mengurangi masalah Salmonella,
E.Colli dan bakteria patogen
lainnya.
·
Ketinggian tempat air minum untuk broiler
Tempat air minum harus selalu dicek ketinggiannya
setiap hari. Pada umur 18 hari diatur ketinggiannya bibir tempat air minum
sejajar dengan punggung ayam. Kandang yang menggunakan nipple harus disesuaikan
ketinggiannya secara sentral menggunakan kerekan (handwind) sehingga ayam dapat
minum dengan mengangkat kepala 34◦-45◦ terhadap nipple.
·
Level air minum
Ketinggian air minum sebaiknya 0,6 cm di bawah tutup
tempat minum sampai dengan 7-10 hari dan harus ada air di dasar tempat minum
dengan ketinggian 0,6 cm sejak hari ke-10 dan selanjutnya. Pengeluaran air dari
nipple minimal 80 ml per menit dengan tekanan 30-40 cm water column.
·
Kualitas air minum
Kualitas air sangat penting karena ayam minum 2-2,5
kali dari jumlah pakan yang dikonsumsinya. Lakukan analisa kualitas air minum
dua kali setahun untuk memastikan bahwa air minum tersebut masih layak
dikonsumsi ditinjau dari kandungan mineral, bahan organic dan bakteri.
Pada temperature normal, konsumsi air minum ayam
adalah 1,6 – 2,0 kali dari konsumsi pakan. Faktor ini sebaiknya digunakan
sebagai pedoman sehingga penyimpangan konsumsi air yang berkaitan dengan
kualitas pakan, temperature atau kesehatan ayam dapat segera diketahui dan
diperbaiki.
Konsumsi air/100 ekor/hari
(pada suhu 21o C)
Umur (minggu) liter
1. 58 – 65
2. 102 – 115
3. 149 – 167
4. 192 – 216
5. 232 – 261
6. 274 – 308
7. 309 – 347
8. 342 – 385
2.6. Konversi Ransum
(pada suhu 21o C)
Umur (minggu) liter
1. 58 – 65
2. 102 – 115
3. 149 – 167
4. 192 – 216
5. 232 – 261
6. 274 – 308
7. 309 – 347
8. 342 – 385
2.6. Konversi Ransum
Efisiensi ransum yang diberikan kepada ayam bisa
dilihat dari angka konversi ransum. Konversi ransum didenifisikan sebagai
banyaknya ransum yang dihabiskan untuk menghasilkan setiap kilogram pertambahan
bobot badan. Angka konversi ransum yang rendah (kecil) berarti banyaknya ransum
yang digunakan untuk menghasilkan satu kilogram daging semakin sedikit, begitu
pula sebaliknya.
Pada minggu pertama, angka konversu ransum ayam
broiler ini rendah. Pada minggu-minggu berikutnya akan meningkat sesuai dengan
kecepatan pertumbuhannya.
Tabel 5 memperlihatkan bahwa jantan lebih efisien
dalam mengubah ransum menjadi daging dibandingkan betina. Hal ini karena
pertumbuhan jantan lebih cepat dibandingkan betina. Pada umur 6 minggu,
konfersi ransum pada jantan maupun betina diatas angka dua. Jika konversi
ransum jauh di atas angka dua maka kurang menguntungkan. Oleh karena itu ayam
broiler dipasarkan maksimal umur 6 minggu.
Tabel 5. Konversi ransum ayam broiler selama 6 minggu
Umur (Minggu)
|
Jantan
|
Betina
|
Jantan Dan Betina
|
1
|
0,80
|
0,80
|
0,80
|
2
|
1,20
|
1,22
|
1,21
|
3
|
1,37
|
1,41
|
1,39
|
4
|
1,70
|
1,78
|
1,74
|
5
|
1,98
|
2,08
|
2.03
|
6
|
2,29
|
2,35
|
2.32
|